Thinking Out Loud (2)

Ini adalah next story dari cerita sebelumnya.
Jadi saat itu aku sedang menikmati masa gabutnya lulusan anak SMA. Makan, tidur, menonton drakor.

Tapi aku bukan pengacara (pengangguran banyak acara). Aku mencoba juga untuk mencari kerja, dan saat aku mendapat panggilan interview dilarang bekerja. "Kamu kuliah aja, tidak usah kerja segala." Dan saat itu aku berpikir untuk kuliah ada biaya dari mana? (Aku meremehkan dalam hati)

Aku dipaksa masuk jurusan hukum lah, akuntansi lah, tapi aku sangat tertarik masuk ilmu komunikasi. Karena cita-cita aku banyak berkaitan sama ilmu komunikasi, dan juga karena aku malas berpikir untuk jurusan yang susah-susah. Tapi aku tertarik juga sama pendidikan ekonomi, karena kebetulan menyukai pelajarannya.

Aku berdebat dengan orang tua, karena aku keras kepala. Aku tidak ingin kuliah tapi dipaksa kuliah, memilih jurusan juga dipaksa. Aku sampai menangis, karena tidak suka dipaksa. Lalu mencurahkan isi hatiku ke teman-temanku,
"ikuti saja Pris kemauan orang tua kamu, itu pasti yang terbaik." Akhirnya aku memutuskan untuk mengikuti saran mereka.

Tapi menjelang hari penutupan pendaftaran biayanya juga belum ada. Dan aku marah, "Kalian memaksa aku kuliah tapi mana? Sampai mau ditutup pendaftarannya belum bisa daftar." "Sudah kamu banyak berdoa aja, tidak usah marah-marah!" Disitu aku sangat hopeless, aku lupa sama Tuhan dan tidak ingin berdoa, padahal saat SMA masalah keuangan dapat terselesaikan tapi aku melupakannya. Aku keras kepala, tetap tidak ingin berdoa. Gue menyalahkan Tuhan, menyalahkan orang tua, menyalahkan teman-teman yang sudah menyarankan untuk mengikuti keinginan orangtua. Gue hanya menangis setiap malam.

Tapi teman-teman aku tetap menyarankan untuk berdoa, hingga akhirnya pada suatu malam aku mencoba untuk berdoa. Aku menangis sekaligus marah sama Tuhan, aku tidak tahu bagaimana perasaan Tuhan karena berdoa seperti itu. Tapi lagi-lagi Tuhan tidak pernah marah ataupun membenci aku, Tuhan berikan mujizat dan aku akhirnya dapat mendaftar kuliah seminggu sebelum ditutup.

Dan akhirnya aku menjadi mahasiswi. Namun permasalahan belum selesai, karena akan ada masalah-masalah yang akan datang.
Aku mengkhawatirkan bagaimana caranya dapat ke kampus setiap hari? Sisa uang kuliah yang harus dilunasin bagaimana?  Tapi aku mencoba untuk berpikir positif, karena aku percaya pasti akan ada jalan.

Saat itu menjelang uts, dan sedang memikirkan banyak hal. Biaya yang belum terselesaikan saat SMA ditagih oleh kepala sekolah, dan saat aku berdiskusi ke orang tua menjadi berdebat Lalu uang kuliah aku belum dicicil lagi, dan terkena denda banyak. Aku down parah, tidak fokus belajar dan semakin khawatir.

Aku bercerita ke teman-teman. "Bagaimana ini? Aku ditagih terus dengan kepala sekolah, aku juga takut tidak dapat mengikuti uts." Tapi jawaban mereka selalu sama "Doa Pris, berserah semuanya sama Tuhan." Akhirnya aku dapat mengikuti uts, dan saat hari terakhir uts besoknya adalah hari terakhir mengumpulkan ijazah dan kepala sekolah yang tidak sabar menagih terus. Aku semakin hopeless, tapi mencoba untuk mengusahakan yang terbaik di hari terakhir uts. Lalu aku mematikan ponsel dan berdoa dalam hati, "Tuhan aku mau fokusin uts dulu."

Selesai uts dan aku mengecek ponsel, banyak pesan masuk dan panggilan tak terjawab dari kepala sekolah. Aku bingung lalu membuka pesan itu, ternyata sisa uang sekolah yang belum terselesaikan sudah selesai dan beliau adalah orang berbeda yang menyelesaikannya. Selama sekolah aku mendapat beasiswa karena ada yang ingin membayar setengahnya uang sekolah. Dan Puji Tuhan aku dapat mengumpulkan ijazah tepat waktu.

Comments

  1. God is good!!!
    Semangat terus priskilla, Tuhan Yesus ada!

    ReplyDelete

Post a Comment