Pilihan Yang Salah
Kami adalah teman, berawal dari sebuah organisasi hingga akhirnya menjadi teman baik sampai sekarang. Suatu hari kami mengikuti acara kampus bersama, lalu kami berfoto bersama karena sudah lama tidak bertemu. Hingga suatu hari, aku menerima pesan darinya dan dia mengajak untuk mengikuti kembali acara kampus yang diselenggarakan.
Kami berbincang seperti biasa saat sedang beristirahat. Dan malam harinya dia mengirimi pesan untuk meminta foto kami berdua. Lalu kami berkirim pesan hingga malam hari.
Dia mulai membalas story instagram atau story whatsapp yang aku buat, awalnya aku tidak merasa curiga sama sekali karena kupikir itu hal yang biasa. Hingga pada suatu hari aku mendapatkan panggilan video darinya, karena panik aku langsung mematikan kamera.
Ternyata temannya yang meneleponku, dan dia berada di sebelah temannya. Aku hanya tertawa saat temannya mencoba untuk menjodohkan kami berdua, dan temannya meledek kalau dia menyukaiku.
Sejak saat itu aku mulai menaruh rasa curiga dan waspada, karena perhatian kecil yang dia berikan.
Kami masih mengikuti acara kampus ini selama sebulan, saat itu kami diberikan snack box. Dan isinya ada salah satu kue kesukaan ku, kue sus. Aku sangat menyukainya, sehingga semua teman-teman divisiku memberikan kue ini kepadaku.
Aku yang sudah tidak tahan untuk buang air kecil berlari pergi ke toilet, lalu aku bertemu dengan dirinya saat kembali dari toilet.
"Nih lu mau gak kue sus?" katanya menawarkan sambil memakan snacknya.
Aku melihat ada tiga kue sus disana, sepertinya dia juga habis diberikan kue sus oleh teman-teman divisinya.
"Yakin nih boleh?" kataku meyakinkan kembali.
"Ya, ambil aja semuanya." katanya kembali.
"Gue ambil satu aja deh, thank you ya!" Lalu aku kembali berlari ke ruanganku.
Semakin hari kami semakin dekat.
Saat itu gaji kami dari acara kampus cair, aku bercanda minta dibelikan boba. Keesokan harinya dia mengajak ku ke seberang kampus untuk beli boba, kendaraan yang berlalu lalang membuatku berhenti sebentar. Dia yang sudah sampai di seberang melihat dan menungguku.
"Ayo jalannya cepetan." katanya yang sudah tidak sabar.
"Ih kaki lu panjang, kaki gue pendek." kataku beralasan.
"Eh lu tinggi, tinggian lu malah dari pada temen lu."
Saat kami sampai, ternyata tempat bobanya sudah tutup. Sehingga akhirnya kami membeli kopi.
"Cepet pilih mau beli apa?" tanyanya.
"Yakin nih boleh?" tanyaku.
"Iya, udah cepet mau yang mana."
Akhirnya aku membeli minuman yang paling murah, dan minuman itu langsung dibuatkan setelah dipesan olehnya.
Saat itu dia berkata, "Lu tau kan kalo gue ngerokok?"
"Iya gue tau kok, sans aja."
"Nanti gue mau sebat dulu ya."
"Iya."
Dia mengambil minuman itu dan memberikannya padaku. Kami mengobrol hingga sampai kembali di depan kampus. Aku lupa mengucapkan terima kasih karena dia berjalan cepat sekali, lalu aku pergi ke halte busway dan dia melihatku dari kejauhan.
Saat aku sudah sampai di halte busway, dia mengirimi pesan.
"Kenapa lu gak nungguin gue? Gue tadinya mau nganterin lu ke halte."
"Oh lagian gak bilang mau nganterin. Btw thank you ya minumannya, sorry tadi lupa bilang"
"Iyaa."
Keesokan harinya hujan sangat lebat, sehingga aku tidak bisa pulang hingga jam menunjukkan pukul 7 malam.
Saat aku sudah sampai di rumah, dia meneleponku.
"Udah sampe rumah?"
"Udah."
Lalu kami mengobrol, hingga tiba waktunya aku disuruh mandi dan dia mendengarnya.
"Yaudah sana mandi dulu, pantesan tadi ada aroma-aroma aneh disini."
"Heh kurang ajar, yaudah gue mandi dulu ya."
Selesai mandi, aku bertanya kepadanya.
"Lo suka sama gue ya?"
"Iya, jadi gimana lo terima gue gak?" *sambil menggunakan emotikon tertawa*
Aku bingung harus menjawab apa karena aku masih mempunyai pacar.
"Thank you sebelumnya udah mau suka sama gue, tapi maaf gue punya pacar." kataku tidak enak.
Lalu dia memaksa untuk meminta kontak, foto ataupun social media pacarku. Mungkin dia berpikir aku berbohong.
Aku bingung karena pacarku menonaktifkan social medianya, sehingga hanya memiliki fotonya saja. Lalu ku kirimkan foto pacarku kepadanya.
"Wah hebat lu bisa pacaran sama orang luar negeri."
"Hehehe thanks."
Dia masih mengejar diriku hingga putus, lalu aku ingin memberikan kesempatan kepadanya. Dan menunjukkan perhatian ku kepadanya.
Aku melihat story instagramnya kalau dia terjatuh dari motor. Sesampainya di kampus, aku menghampirinya dan bertanya.
"Coba lihat tangan lu yang luka" kataku sedikit memaksa.
Namun dia tidak mau menunjukkannya, akhirnya dia pergi dan aku melihat tangannya yang terbalut perban.
Hari semakin siang, rasanya matahari seperti berada di atas kepala saking panasnya.
Dia melihatku sedang bercanda dengan teman-teman divisiku, dan menghampiri mejaku untuk mengambil tisu. Aku melihat keringat mengalir dari keningnya, dan mengipasinya dengan kotak snack yang aku bentuk menjadi kipas.
Pada malam harinya, aku mengiriminya pesan dan bertanya kepadanya.
"Apakah tawaran pacaran itu masih berlaku? Gue gak tau itu lu nembak atau bukan."
"Gue jawab besok ya di kampus."
Seharian aku menunggu jawaban darinya, dan perasaanku tidak enak. Saat aku menghampirinya dia seolah menghindar. Akhirnya aku bersikap seolah tidak peduli, dan pergi membeli makanan.
Tiba-tiba ada pesan masuk darinya, dan menyuruhku untuk pergi ke tempat tongkrongannya. Tanpa berpikir panjang, aku membawa makanan dan izin ke temanku untuk pergi makan dengannya.
Disana ada temannya juga sedang nongkrong, namun posisi kami duduk terhalang oleh ibu penjual minuman.
Kami mulai mengobrol ringan, sampai tiba waktunya dia ingin menjawab.
"Jangan dijawab, please jangan." kataku mencegah karena aku sangat yakin dengan perasaan tidak enak ini.
"Loh kenapa? Gue langsung to the point aja ya, gue lagi gak bisa pacaran saat ini. Toh lu juga denger gue suka sama lu dari temen gue jugakan." katanya sambil menyantap makanannya.
"Iya gak papa, gue ngerti kok, sans aja."
Aku yang panik langsung buru-buru menghabiskan makanan dan melihat ke arah tempat duduk teman-temanku. Dia menyadarinya.
"Ini perasaan gue doang atau emang bener, kalo lu dari tadi gak nyaman sama gue?" tanyanya to the point.
"Ah gak itu temen-temen gue kayaknya nungguin, gue kesana dulu ya. Thank you." Aku langsung berlari ke arah teman-teman.
Aku berpikir keras hingga pulang, apa yang salah? Apa karena aku sempat melukai hatinya juga dulu? Apa karena dia bosan denganku? Apa karena aku mudah di dapatkan?
Aku berusaha untuk melupakannya dengan cara memblokir semua yang berkaitan dengan dirinya. Lalu aku meminta bantuan teman, untuk pura-pura bertanya apakah ada masalah antara kami berdua?
Dia menyuruh temanku agar aku membuka blokir kontaknya. Dan aku berkata jujur kepadanya, bahwa aku menyukainya. Dia menjadi orang paling menjengkelkan, sehingga aku menyesal menyukainya.
Hari terakhir acara kampus, aku sangat berharap tidak ingin bertemu dengan dirinya karena malu. Namun takdir berkata lain.
Aku pura-pura tidak melihatnya, saat dia sengaja bolak balik ke mejaku.
Aku juga sengaja tidak berbicara sama sekali dengannya.
Hingga di malam hari dia mengirimi pesan, bagaimana cara untuk move on lewat dm instagram, aku yang melihatnya sangat kesal.
Lalu dengan nada emosi dan asal menjawab, "Gak usah kepedean lo, gue juga bisa kali seminggu lupain lo."
Tapi itu berhasil, karena secara tidak sengaja aku dekat kembali dengan orang baru dan sengaja memanas-manasinya.
Caraku untuk move on memang salah, karena selalu bisa move on jika ada orang baru yang hadir di hidupku. Tapi kini aku belajar, kalau kebahagiaan itu gak sepenuhnya bisa ku dapatkan dari berpacaran atau dekat dengan seorang laki-laki.
Aku senang menjadi diriku yang bebas saat ini, dan aku gak tahu apa yang akan terjadi kedepannya. Tapi aku ingin menikmati saat ini.
Comments
Post a Comment